see the world

see the world

23 April 2017

Jangan Ajari Ikan Berenang

Catatan aksi 212

Segini banyak orang, datang dari mana mana... dengan latar belakang sangat beragam.... berbagai suku... coba seandainya semua mengenakan pakaian adat masing-masing... bukankah lebih meriah... penuh warna... indah dipandang... penuh ke-ria-an... terlihat bhinekanya... akan menuai puji dan puja... jutaan rakyat ini kan datang dari penjuru pelosok negeri...  mungkin akan menjadi parade kebhinekaan terbesar dalam sejarah... wuih luar biasa... seandainya... tapi kenapa...

Sebentar dulu... harus hati hati... jangan sampai terbutakan oleh arogansi intelektual perspektif barat yang lebih duniawi. Karena agama ini unik, memiliki pondasi kokoh yang tidak pernah berhasil di-barat-kan. Dikatakan bahwa secara historis Islam terbukti selalu tahan terhadap gempuran sekularisasi hingga kini dan kurasa hingga nanti. Sehingga memandang orang orang yang bergerak berkumpul karena iman tidak dapat disamakan dengan karena alasan lain yang lebih bersifat fana. Untuk itu perspektif berfikir haruslah bijak. Kalau tidak, akan mengalami kesulitan untuk dapat mencapai pemahaman. Karena melalui sudut pandang sekuler akan menganggap tidak rasional bahwa ada orang melakukan sesuatu dengan alasan surga, namun jika dilihat dari sudut pandang yang beriman apa yang bisa lebih rasional dari pada menginginkan surga yang kekal?  Kurasa lautan putih ini menjadi simbol untuk menandai niat bersih atas tindakan karena iman.

Bak sinar mentari... Memang patut disyukuri bhinekanya warna pelangi yang indah meski sebentar... hanya jangan dilupakan bahwa manunggal putih bersihnya yang memberi energi keseluruh bumi tanpa henti... Disini aku merasakan makna Bhineka Tunggal Ika yang mengejawantah melampaui slogan... kurasa bangsa ini perlu belajar dari Islam, karena pada hakekatnya sudah lama manifestasi diberbagai belahan dunia bahkan jauh dari sebelum slogan ini lahir...

(Ghonjess)


23 Maret 2017

Berita Besar

Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?
Tentang berita yang besar,
yang mereka perselisihkan tentang ini.
Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui,
kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui.

Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?,



dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan,
dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,
dan Kami jadikan malam sebagai pakaian,
dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,
dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh,
dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari),
dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah,
supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan,
dan kebun-kebun yang lebat?

Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan,
yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok,
dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu,
dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.

Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai,
lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas,
mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya,
mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman,
selain air mendidih dan nanah,
sebagai pembalasan yang setimpal.

Sesungguhnya  mereka tidak berharap (takut) kepada hisab,
dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya.
Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam sebuah kitab.
Karena itu rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab.

Sungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan,
(yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,
dan gadis-gadis remaja yang sebaya,
dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman).
Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta.
Sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak,
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia.

Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata,
kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah;
dan ia mengucapkan kata yang benar.
Itulah hari yang  pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.

Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat,
pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya;
dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”.

sumber http://www.quran30.net/2012/08/surat-naba-ayat-1-40.html

14 September 2014

Kali Brantas: Menjaga Mahakarya Mpu Baradah

Terdapat pertapa Buddhis dari aliran Mahayana, guru yang paham akan Tantra, paham akan masa lalu, masa kini dan masa datang, lahir di Kerajaan Medang Kamulan, di tengah-tengah keluarga brahmana yang merupakan siswa penganut ajaran Buddha. Ayahnya seorang pandita Buddha bernama Mpu Lampita atau Danghyang Tanuhun, putra dari Danghyang Bajrasatwa (Vajrasattva). Mpu Baradah namanya, guru dari Raja Airlangga (Erlangga) pendiri Kerajaan Kahuripan.

"Baiklah, Baginda Raja.. Bagaiman kalau hamba yang membagi kerajaan Kahuripan ini menjadi dua bagian"  

Keesokan harinya Mpu Baradah terbang  melintas diatas wilayah kerajaan Kahuripan sembari menumpahkan air dari kendi yang ia bawa. Suara bergemuruh terdengar akibat air kian deras dan lebar membelah Kahuripan menjadi dua bagian menjadi aliran sungai besar. Prabu Airlangga menyerahkan bagian Timur sungai kepada Mapanji Garasakan menjadi Kerajaan Jenggala (Singosari), sedangkan bagian Barat diserahkan kepada Sri Samarawijaya menjadi Kerajaan Panjalu (Kediri). Atas bantuan Mpu Baradah tentramlah hati sang Prabu, bisa membagi secara adil kerajaan Kahuripan dengan Sungai Brantas sebagai batasnya.

Hari Jum'at, desa Papar Kediri... Siang itu lima buah sampan satu persatu diturunkan dari truk oleh para nelayan asal Jombang. Kelak seminggu bersama mereka ku-ikut mengarungi sungai Brantas hingga ke Gresik. Mereka mengenal betul seluk beluk sungai, mahir menebar jala, piawai mendayung dan mengemudi sampan. Pada saat matahari mulai terbenam sampan ditambat bantaran sungai dimana kami akan menginap beralaskan spanduk bekas dibawah gemerlap bintang yang terlihat nyata digelap malam.

Ada yang kedesa terdekat menjual ikan, ada yang merajut kembali jaring yang rusak, meramu bumbu masak ikan buat makan malam. Lewat obrolan malam demi malam, berinteraksi sepanjang aliran sungai siang demi siang,  semakin terlihat bahwa banyak pengetahuan yang mereka miliki, ketrampilan yang dikuasai, tradisi yang terus mereka jaga dengan guna merespon moderenisasi. Sayang mereka hanya sering diatasnamakan oleh para elit penguasa... menjadi turus-turus angka ketika masa pemilihan tiba... Mereka adalah gambar kecil dari kebanyakan rakyat yang hidup di negeri perih getir ini... dimana kehadiran negara justru kadang menjadi petaka...

Tidak sekedar mencari ikan. Lima jala ditebar serempak ditempat-tempat tertentu. Ikan yang diperoleh diidentifikasi : jenis ikan, jenis kelamin, ukuran dan jumlah. Menjadi data yang akan dianalisa oleh para ahli ikan yang turut bersama mereka diatas perahu. Mereka sedang melakukan sensus ikan yang ada di sungai Brantas. Acara tahunan yang selalu mereka lakukan bersama teman-teman  anggota Ecoton pimpinan mas Prigi di Wringin Anom, Gresik.

Mereka yang terus peduli dan konsisten menjaga mahakarya Mpu Baradah. 

(Ghonjess)



07 Maret 2014

Gracias a La Vida




Terimakasih, Hidup..
yang telah memberi demikian banyak
kepadaku dua butir terang,
yang ketika terbuka dapat sempurna ku bedakan:
hitam dari putih
, langit dari latar berbintangan
dia yang kucinta dari ramainya kerumunan.

Terimakasih, Hidup..
yang telah memberi demikian banyak
kepadaku telinga,
yang dengan lebarnya dapat kurekam:
siang dan malam,
jangkrik dan burung kenari,
palu dan turbin, gonggongan anjing dan badai,
dan lembut suara kekasih tercinta.

Terimakasih, Hidup..
yang telah memberi demikian banyak
kepadaku suara dan aksara,
yang menjelma kata untuk kupikir dan kusebut:
"Ibu", "kawan", "saudara", dan cahaya bersinar
titian jiwa dimana cinta bermula.

Terimakasih, Hidup..
yang telah memberi demikian banyak
kepadaku ayunan langkah pada kaki yg letih,
sehingga dapat kujelajahi:
segala kota dan rawa, pantai dan padang pasir,
gunung dan dataran,
dan rumah, jalan, serta pekaranganmu.


Terimakasih, Hidup..
yang telah memberi demikian banyak
kepadaku sebuah jantung yang berdetak kencang
ketika kuketahui ranumnya buah pikiran manusia
ketika kumengenal bahwa kebaikan sedemikian jauh dari keburukan
ketika kumenatap dalamnya kemilau matamu.

Terimakasih, Hidup..
yang telah memberi demikian banyak
kepadaku tawa dan air mata,
sehingga dapat kubedakan bahagia dari derita,
dengan keduanya kugubah laguku,
dan juga lagumu.
 
(Violeta Parra)

30 Januari 2014

Wijaya Kusuma

Bunga Kami mekar di teras rumah... 
Hanya mekar di saat tengah malam... 
Hanya untuk beberapa saat... 
Menebar harum dan wangi lembut... 
misterius....  
dekat dgn legenda tanah Jawa... 
namanya bunga Wijaya Kusuma... 
senang bisa mengabadikannya... 
jepreet...