Kemarin tanggal 10 November 2011, tanggal yang di kenang sebagai hari pahlawan...
(under constructed)
see the world

11 November 2011
28 Oktober 2011
Sumpah Pemuda Muara Tae

Yang musti tercatat dalam sejarah
hari ini... sekarang... 28 Oktober 2011.. Para pemuda Muara Tae sedang berhadap-hadapan dengan buldozer perusahaan, dengan aparat, dengan orang-orang yg sudah ditaklukan uang.. Pemuda Muara Tae sedang mempertahankan hutan, tanah, kedaulatan dan martabat dari jajahan korporasi dengan peluh keringat serta keberanian mempertaruhkan jiwa... kan kucatat ini sebagai sebuah peristiwa yang tertanda.... tentang perjuangan anak-anak bangsa...
Kami suku Dayak Benuaq (kampung Muara Tae – kampung Ponaq):
Adalah bersaudara dan senasib
Kami punya adat istiadat yang satu, bahasa yang satu
Kami hidup diatas tanah adat kami yang jelas batasnya sejak turun temurun
Kami sejak turun temurun hidup rukun dan damai,
menikah satu sama lain serta tolong menolong
Kami tidak pernah berselisih karena batas kampung, tanah, hutan, lahan dan warisan
Tapi kenapa ketika PT.Munte Waniq Jaya Perkasa hadir di tanah adat kami, muncul
Masalah antara kami??????
Tetapi kami tidak mau diadu domba oleh PT.Munte Waniq Jaya Perkasa!!!!
Dayak Benuaq tetap bersaudara.*
* Sumber: www.Telapak.org
25 Agustus 2011
Hantu Besi Meresahkan Muara Tae
Hari Jum’at... “bagaimana tidur semalam, ada sesuatu gak?” tanya pak Asuy. Pertanyaan yang mengagetkan. Karena seolah beliau tahu apa yang terjadi semalam. “baik baik saja pak” jawabku spontan. “bagian pojok pondok ini terlalu maju” ucapnya sambil menunjuk ke tempat ku tidur semalam. “ini lintasan tempat mereka lewat... kita menutupi jalan mereka” tegasnya. “siapa mereka pak?” tanyaku mencari penegasan. “ya mereka.. hantu yang tinggal di hutan ini” jawab beliau datar tentang dunia lain.
Setahuku memang di kalangan masyarakat sini relatif mempercayai adanya kehidupan gaib. Yang ada pada mahluk hidup dan juga benda mati. Pada manusia, binatang, pohon besar, juga pada mandau, batu besar, gunung, pertigaan sungai, atau yang lebih kompleks lagi seperti adanya perkampungan gaib. Begitu kelihatan erat hubungan antara mereka dengan kosmos. Terlihat dari adanya aturan dan norma yang mengatur hubungan mereka dengan hal-hal yang bersifat metafisik. Pelanggaran akan aturan akan ditanggapi serius. Karena dianggap dapat merusak keharmonisan hidup bersama. Hanya aku agak terkejut atas pertanyaan diatas... karena peristiwa semalam... wuiih.
Setahuku memang di kalangan masyarakat sini relatif mempercayai adanya kehidupan gaib. Yang ada pada mahluk hidup dan juga benda mati. Pada manusia, binatang, pohon besar, juga pada mandau, batu besar, gunung, pertigaan sungai, atau yang lebih kompleks lagi seperti adanya perkampungan gaib. Begitu kelihatan erat hubungan antara mereka dengan kosmos. Terlihat dari adanya aturan dan norma yang mengatur hubungan mereka dengan hal-hal yang bersifat metafisik. Pelanggaran akan aturan akan ditanggapi serius. Karena dianggap dapat merusak keharmonisan hidup bersama. Hanya aku agak terkejut atas pertanyaan diatas... karena peristiwa semalam... wuiih.
Hutan Muara Tae... malam jum’at... bulan purnama... sudah beberapa hari ini kami berdua tidur di pondok jaga di tengah hutan. Kali ini tidak ditemani warga karena mereka sedang ada kesibukan di kampung. Aku coba tidur di pojok pondok bagian luar yang tidak berdinding, sementara temanku memilih tidur di dalam. Cahaya rembulan sebagian menerobos rimbunnya dedaunan, menambah dramatis siluet hitam batang pepohonan. Menciptakan suasana temaram dengan berbagai pola bayangan yang halusinatif. Merangsang memori otak akan pengalaman rasa takut tentang dunia metafisis yang abstrak. Membuatku terus terjaga... tiba tiba secara reflek aku berpaling ... ada suara yang begitu nyata di sela ranting dan dedaunan... ada sekelebat bayangan yang melayang turun dari atas pohon.. ... Juriiiiig... teriakku keras...
Dengan susah payah aku berdiri... terjebak dalam sleeping bag sialan... Kosar temanku kelihatannya merespon teriakkan ku... ia terlihat sudah berdiri di depan pintu pondok... Dengan penerangan headlamp dan hati-hati kami hampiri arah suara tersebut. apa tadi ya?.. paling daun lebar pohon makaranga yang sudah kering... terkena sinar rembulan ketika melayang jatuh... huuuh... ngagetin aja... umpatku setengah yakin... sudahlah tak usah takut... coba berfikir tenang dan rasional... Korteks sensorik otakku menerima informasi dari panca indra secara bersamaan. Membangkitkan kenangan emosional di bagian otak yang berperan mempengaruhi ketakutan dan kecemasan. Mengalami ketidak mampuan mengidentifikasi dan meng interpretasi stimulus yang diterima oleh panca indra. Membuat persepsi atas kejadian seolah adalah sebuah kebenaran yang nyata... siaaal... tidak berhasil... masih tetap merinding... mending cari kayu bakar... segera nyalakan api...
Ada banyak istilah dan nama yang berkaitan dengan roh dan makluk gaib di daerah sini. mudah-mudahan aku tidak salah dengar.. Liaau roh badan orang mati, kuyaakng roh yang menempati pohon beringin, bongaai roh yang tinggal di hutan, nyahuq sekelompok roh yang menjelma dalam wujud berbagai binatang, nayuk... dll. katagori yang ada mengisyaratkan bahwa mereka dekat dengan yang immateri. Menempatkan dunia gaib dan roh menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Lihatlah ketika kami istirahat makan siang di tengah hutan, pak Asuy membagi apa yang kami makan dengan mereka yang gaib yang ada di sekitar. Juga menyelipkan daun tertentu dibagian belakang tas sebagai isyarat yang ditujukan pada roh tertentu. “kadang dari sini terdengar keramaian... semacam ada perkampungan di hutan di jurang sana” ucap pak petinggi. “Kadang kami juga memanggil mereka jika memang dibutuhkan”. Tegasnya lagi. Tentu mereka mempunyai cara dan metode untuk melakukan itu semua. Memiliki tata cara ritual adat dengan pakem tertentu ketika berkaitan dengan metafisik. Memiliki keyakinan sendiri dalam peristiwa kelahiran, kematian, penyembuhan, penyucian, perlindungan, siklus tanam, dan lain-lain. Seperti dalam upacara belian, guguq, kwangkai, tota timui, dll. Juga mengundang dan menyambut roh para leluhur untuk bergabung bersama dalam upacara adat yang mereka lakukan dengan penuh hormat.

21 Agustus 2011
Cari Air ke Ciptagelar, Jumpa Gendon di Lantayan
Sedikit demi sedikit air dalam cerukan disiuk ke jirigen... ternyata sudah jernih setelah didiamkan semalaman... cerukan dibeberapa batang pisang juga sudah terlihat penuh... sruput.. sruput ... ah seger juga minum air batang pisang dipagi hari... lumayanlah... dapat hampir setengah jirigen buat bekal turun ke kampung. Maklum sudah 3 hari menapaki punggungan hutan... bekal air sudah habis... Tampungan air hujan dari flysheet juga sudah habis buat masak kemarin... hingga berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan air... meski posisi sedang berada di puncak gunung... keterbatasan air memaksa kami untuk turun ke kampung terdekat... jam demi jam berlalu... air dalam batang bambu yang dijumpai tumbuh di pinggir trek jadi obat dahaga ketika rasa haus mendera... agar bisa tiba di sungai terdekat nun jauh dibawah sana.
Hari menjelang sore... rasa lapar diganjal dengan ranum ungu buah harendong yang tumbuh di kiri kanan jalan... akhirnya setelah 5 jam berjalan kaki, persawahan dusun Cipulus di kasepuhan Ciptagelar mulai terlihat... dari kejauhan tampak pondok kayu beratap belahan batang bambu yg saling bertangkup (talahap)... sedikit di bawahnya terlihat lantayan, untaian-untaian (pocong) padi yang terjalin rapi yang sedang dijemur... membentuk benteng kecil segitiga berwarna kecoklatan... membangkitkan rasa ingin tahu... Disini air berlimpah, teknologi irigasi warga kasepuhan bukan hanya canggih, tetapi juga indah... parit dan talang air bersilangan mengairi areal persawahan yang luas, berundak-undak memanjakan mata dengan dimensi kedalaman, membentuk ukiran bentang alam raksasa... sebuah karya cipta yang harmonis... ditempat inilah akan kulewati malam menyambut pagi.


17 Juni 2011
Bersama Pejuang di Muara Tae

Meskipun sudah sepuh beliau memiliki fisik kuat dengan stamina mumpuni... terseok-seok ketika harus mengimbangi beliau memikul kayu ulin yang akan dijadikan tiang-tiang pondok jaga... pada saat hampir menyerah, beliau terus memberi semangat... "ayoo dikit lagiii... udah lebih ringan... airnya udah banyak yang keluar"... kami tetap tak bergerak duduk di akar pepohonan yang ada... setelah kuperiksa, ternyata benar... air keluar dari pangkal kayu... tapi hanya beberapa tetes...hihihi.... setelah menghilang beberapa saat tiba-tiba beliau muncul dari arah bukit tempat pondok berada. "minum dulu biar kuat" ucapnya sambil menyodorkan air berwarna ungu yang ternyata kuku bima energi jreeng.... hahaha.. spontan aku dan Kosar tertawa terpingkal-pingkal... "jangan tertawa teruus... nanti tambah lemas" teriaknya bersemangat. Tawa kamipun semakin menjadi.

Aku penasaran, kenapa pondok harus diganti.... "pondok ini dibuat (tanggal 15 Mei 2009) secara tergesa-gesa, soalnya pondok sebelumnya dirobohkan oleh orang... entah siapa... jadi kita cari tiang-tiang ulin yang panjang supaya pondoknya lebih tinggi, kuat dan tahan sampai 50 tahun" ujarnya... walaah... Begitu panjang semangat beliau... membuat ciut yang punya semangat cuma 2 mingguan... bah... bahkan untuk 2 minggupun sulit...

09 Maret 2011
Sang Manusia Universal: Leonardo da Vinci
Iklim intelektual renaisans terutama dibentuk oleh gerakan humanisme filosofis literer, yang menjadikan kemampuan-kemampuan manusia secara individu sebagai pusat perhatiannya. Ini merupakan pergesaran fundamental dari dogma Abad Pertengahan dalam bidang pemahaman manusia dari sudut pandang religius. Renaisans menawarkan pandangan lebih sekuler, dengan fokus yang semakin meningkat pada intelek manusia sebagai individu. Semangat baru humanisme mengungkapkan dirinya melalui penekanan kuat pada studi-studi klasik yang membuka pandangan para sarjana dan seniman akan keragaman ide-ide filosofis Yunani dan Romawi yang mendorong pemikiran kritis individu, dan menyiapkan landasan bagi kelahiran kerangka berfikir rasional dan saintifik secara bertahap.
Di Florence, buaian renaisans itu, dekapan humanis yang antusias terhadap inventoran dan pendidikan melahirkan sebuah ideal manusia baru --- I’uomo universale, manusia “universal” yang kecakapanya tak terbatas, terdidik dalam semua cabang pengetahuan dan mampu menghasilkan berbagai inovasi dalam cabang-cabang tersebut. Ideal ini menjadi terkait sangat erat dengan Renaisans hingga para sejarawan selanjutnya secara umum merujuknya sebagai ideal “manusia Renaisans”. Di dalam masyarakat Florence pada abad ke-15, bukan hanya para seniman dan filsuf tetapi juga para pedagang dan negarawan berjuang untuk menjadi “univesal”. Mereka menjadi terdidik dalam bahasa Latin dan Yunani, dekat dengan karya-karya Aristoteles, dan akrab dengan traktat-traktat klasik tentang sejarah alam, geografi, arsitektur, dan teknik.
Para humanis Florence terinspirasi oleh beberapa individu diantara mereka yang tampaknya merupakan perwujudan ideal I’uomo universale sempurna. Salah satunya dan yang paling ternama adalah, Leon Battista Alberti, yang lahir setengah abad sebelum Leonardo, agaknya merupakan pendahulunya yang sempurna. Alberti, sebagaimana Leonardo, dianggap telah dikaruniai keelokan luar biasa dan kekuatan fisik yang besar, ia juga penunggang kuda yang sangat terampil dan merupakan musisi berbakat. Selain itu, ia adalah arsitek masyur dan pelukis ternama, menulis prosa indah dalam bahasa Latin, mempelajari baik hukum sipil maupun norma juga fisika dan matematika dan pengarang sejumlah traktat seni visual. Sebagai seorang pemuda, Leonardo takjub pada Alberti: ia membaca karya alberti dengan tekun, berkomentar tentang tulisannya, dan berusaha menyainginya dalam hidup dan karyanya sendiri.
Tentu saja pada tahun tahun berikutnya, Leonardo melampaui Alberti baik dalam keluasan maupun kedalaman karyanya. Perbedaan Leonardo dengan “manusia universal” Renaisans Italy lainnya bukan hanya bahwa ia bergerak lebih jauh ketimbang orang lain di dalam penyelidikannya, tetapi ia juga mentransendensi batas-batas disiplin pada masanya. Ia melakukan hal tersebut dengan mencerap pola-pola yang saling mengkaitkan bentuk-bentuk dan proses-proses dalam domain yang berbeda beda dan mengintegrasikan temuan-temuannya ke dalam visi tentang dunia yang terpadu.
Agaknya memang demikianlah cara Leonardo memahami makna universale. Statementnya yang terkenal ,Facile cosa e farsi universale telah sering ditafsirkan memiliki makna bahwa kecakapan tak terbatas mudah untuk dijangkau. Namun saat kita membaca pernyataan tersebut dalam konteksnya, makna yang sangat jauh berbeda akan terlihat. Dengan kata lain, bagi Leonardo, menjadi universal berarti menyadari kemiripan-kemiripan dalam bentuk-bentuk hidup yang menghubungkan aspek-aspek alam yang berbeda-beda. Kesadaran bahwa bentuk-bentuk alam yang hidup memperlihatkan pola-pola fundamental semacam ini merupakan wawasan kunci aliran biologi Romantik pada abad ke-18. Pola-pola ini disebut Urtypen (arketip) dalam bahasa jerman, dan di Inggris Charles Darwin mengakui bahwa konsep ini memainkan peran utama dalam konsepsi awalnya tentang evolusi.
Maka, Leonardo da Vinci adalah orang pertama dalam silsilah para ilmuwan yang memfokuskan diri pada pola-pola yang saling menghubungkan berbagai struktur dasar dan proses pada sistem-sistem yang hidup. Kini, pendekatan pada sains ini di sebut sebagai “pemikiran sistemik”. Bagi Fritjof Capra, ini merupaka esensi dari apa yang dimaksudkan Leonardo sebagai farsi universale. Untuk menterjemahkan secara bebas statementnya ke dalam bahasa ilmiah modern, ia memparafrasekan demikian: “bagi orang yang bisa mencerap pola pola yang saling menghubungkan, adalah mudah untuk menjadi seorang pemikir sistemik”.
(salin dari buku Fritjof Capra “Sains Leonardo: Menguak kecerdasan Terbesar Masa Renaisans” hal 43-46)
Di Florence, buaian renaisans itu, dekapan humanis yang antusias terhadap inventoran dan pendidikan melahirkan sebuah ideal manusia baru --- I’uomo universale, manusia “universal” yang kecakapanya tak terbatas, terdidik dalam semua cabang pengetahuan dan mampu menghasilkan berbagai inovasi dalam cabang-cabang tersebut. Ideal ini menjadi terkait sangat erat dengan Renaisans hingga para sejarawan selanjutnya secara umum merujuknya sebagai ideal “manusia Renaisans”. Di dalam masyarakat Florence pada abad ke-15, bukan hanya para seniman dan filsuf tetapi juga para pedagang dan negarawan berjuang untuk menjadi “univesal”. Mereka menjadi terdidik dalam bahasa Latin dan Yunani, dekat dengan karya-karya Aristoteles, dan akrab dengan traktat-traktat klasik tentang sejarah alam, geografi, arsitektur, dan teknik.
Para humanis Florence terinspirasi oleh beberapa individu diantara mereka yang tampaknya merupakan perwujudan ideal I’uomo universale sempurna. Salah satunya dan yang paling ternama adalah, Leon Battista Alberti, yang lahir setengah abad sebelum Leonardo, agaknya merupakan pendahulunya yang sempurna. Alberti, sebagaimana Leonardo, dianggap telah dikaruniai keelokan luar biasa dan kekuatan fisik yang besar, ia juga penunggang kuda yang sangat terampil dan merupakan musisi berbakat. Selain itu, ia adalah arsitek masyur dan pelukis ternama, menulis prosa indah dalam bahasa Latin, mempelajari baik hukum sipil maupun norma juga fisika dan matematika dan pengarang sejumlah traktat seni visual. Sebagai seorang pemuda, Leonardo takjub pada Alberti: ia membaca karya alberti dengan tekun, berkomentar tentang tulisannya, dan berusaha menyainginya dalam hidup dan karyanya sendiri.
Tentu saja pada tahun tahun berikutnya, Leonardo melampaui Alberti baik dalam keluasan maupun kedalaman karyanya. Perbedaan Leonardo dengan “manusia universal” Renaisans Italy lainnya bukan hanya bahwa ia bergerak lebih jauh ketimbang orang lain di dalam penyelidikannya, tetapi ia juga mentransendensi batas-batas disiplin pada masanya. Ia melakukan hal tersebut dengan mencerap pola-pola yang saling mengkaitkan bentuk-bentuk dan proses-proses dalam domain yang berbeda beda dan mengintegrasikan temuan-temuannya ke dalam visi tentang dunia yang terpadu.
Agaknya memang demikianlah cara Leonardo memahami makna universale. Statementnya yang terkenal ,Facile cosa e farsi universale telah sering ditafsirkan memiliki makna bahwa kecakapan tak terbatas mudah untuk dijangkau. Namun saat kita membaca pernyataan tersebut dalam konteksnya, makna yang sangat jauh berbeda akan terlihat. Dengan kata lain, bagi Leonardo, menjadi universal berarti menyadari kemiripan-kemiripan dalam bentuk-bentuk hidup yang menghubungkan aspek-aspek alam yang berbeda-beda. Kesadaran bahwa bentuk-bentuk alam yang hidup memperlihatkan pola-pola fundamental semacam ini merupakan wawasan kunci aliran biologi Romantik pada abad ke-18. Pola-pola ini disebut Urtypen (arketip) dalam bahasa jerman, dan di Inggris Charles Darwin mengakui bahwa konsep ini memainkan peran utama dalam konsepsi awalnya tentang evolusi.
Maka, Leonardo da Vinci adalah orang pertama dalam silsilah para ilmuwan yang memfokuskan diri pada pola-pola yang saling menghubungkan berbagai struktur dasar dan proses pada sistem-sistem yang hidup. Kini, pendekatan pada sains ini di sebut sebagai “pemikiran sistemik”. Bagi Fritjof Capra, ini merupaka esensi dari apa yang dimaksudkan Leonardo sebagai farsi universale. Untuk menterjemahkan secara bebas statementnya ke dalam bahasa ilmiah modern, ia memparafrasekan demikian: “bagi orang yang bisa mencerap pola pola yang saling menghubungkan, adalah mudah untuk menjadi seorang pemikir sistemik”.
(salin dari buku Fritjof Capra “Sains Leonardo: Menguak kecerdasan Terbesar Masa Renaisans” hal 43-46)