see the world

see the world

21 Agustus 2011

Cari Air ke Ciptagelar, Jumpa Gendon di Lantayan

Sedikit demi sedikit air dalam cerukan disiuk ke jirigen... ternyata sudah jernih setelah didiamkan semalaman... cerukan dibeberapa batang pisang juga sudah terlihat penuh... sruput.. sruput ... ah seger juga minum air batang pisang dipagi hari... lumayanlah... dapat hampir setengah jirigen buat bekal turun ke kampung. Maklum sudah 3 hari menapaki punggungan hutan... bekal air sudah habis... Tampungan air hujan dari flysheet juga sudah habis buat masak kemarin... hingga berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan air... meski posisi sedang berada di puncak gunung... keterbatasan air memaksa kami untuk turun ke kampung terdekat... jam demi jam berlalu... air dalam batang bambu  yang  dijumpai  tumbuh  di pinggir trek jadi obat dahaga ketika rasa haus mendera... agar bisa tiba di sungai terdekat nun jauh dibawah sana.

Hari menjelang sore...  rasa lapar diganjal dengan ranum ungu buah harendong yang tumbuh di kiri kanan jalan... akhirnya setelah 5 jam berjalan kaki, persawahan dusun Cipulus di kasepuhan Ciptagelar mulai terlihat... dari kejauhan tampak pondok kayu beratap belahan batang bambu yg saling bertangkup (talahap)... sedikit di bawahnya terlihat lantayan, untaian-untaian (pocong) padi yang terjalin rapi yang sedang dijemur... membentuk benteng kecil segitiga berwarna kecoklatan... membangkitkan rasa ingin tahu... Disini air berlimpah, teknologi irigasi warga kasepuhan bukan hanya canggih, tetapi juga indah... parit dan talang air bersilangan mengairi areal persawahan yang luas, berundak-undak memanjakan mata dengan dimensi kedalaman, membentuk ukiran bentang alam raksasa... sebuah karya cipta yang harmonis... ditempat inilah akan kulewati malam menyambut pagi.

Pagi yang cerah.... sinar matahari pagi mencipta gradasi indah sawah berundak yang luas... memberi kehangatan sehangat mereka yang ku jumpai. “panen kali ini lumayan mas” ucap seorang petani bersama sang istri yang sedang menjemur padi di lantayan.  “disini... kami hanya menanam satu kali dalam satu tahun” penjelasan mereka yang membuat penasaran ....tidak biasa... Karena kebanyakan petani menanam lebih dari satu kali dalam setahun. "kenapa hanya sekali pak?” tanyaku penasaran. Aku mendapatkan jawaban yang sangat filosofis. “seorang ibu hanya melahirkan satu kali dalam satu tahun"...  Ternyata mereka masih memegang teguh prinsip leluhur. Menempatkan bumi sebagai ibu dalam sistem pengelolaan pertanian yang merupakan peninggalan karuhun (leluhur).. “guk... guk...guk...” dua ekor anak anjing mengiringi kepergian mereka berdua kearah sawah di pinggir hutan... sungguh perjumpaan yang penuh arti.

Setelah packing kami beranjak meninggalkan pondok kecil di dekat lantayan... melanjutkan trekking meninggalkan areal persawahan.. menurun dan mendaki... melintasi sungai berbatu dengan gemericik air yang jernih... menuju ke hutan yang masih lebat di atas sana... tiba-tiba... guk... guk.. guk... ternyata anak anjing di lantayan menyusul mengikuti kami... terus ikut hingga ke tengah hutan setelah kurang lebih 2 jam perjalanan. Ia ikut istirahat ketika kami berjumpa dengan warga kasepuhan yang sedang membuat papan. Mereka sedang panen raya rupanya.. hasil panen sudah tidak tertampung lagi dilumbung. untuk bikin leuit baru pak” ucap mereka. Sungguh kebetulan setelah jauh dari kampung bisa bertemu  warga kasepuhan. Karena bisa minta ijin untuk memiliki Gendon.. si anak anjing yang  terus bersama kami melintasi hutan dan sungai hingga ke desa Cipeuteuy... Tujuan akhir setelah 5 hari perjalanan... Menjadi awal babak baru bagi si Gendon yang misterius...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar